Menyakiti

Sudah berapa kali sebenarnya saya menyakiti hati orang? Satu, dua, tiga? Atau berpuluh-puluh. Selama ini saya memang tidak pernah menghitung. Lain ceritanya kalau seseorang bertanya pada saya : "Berapa kali kamu disakiti?" Saya sudah pasti bisa menjabarkannya dgn rinci tanpa perlu ditanya dua kali.

Jadi saya akan mulai berusaha dengan tekun setiap hari, mulai hari ini : Jumat, 8 Oktober 2010, saya akan mulai berefleksi. Paling tidak hari ini saya akan menuliskan refleksi saya di sini.



Jumat, 8 Oktober 2010
Yang saya sakiti :

• Ayah saya. Tadi pagi saya merasa bad mood dan mulai bersikap jutek pada orang-orang di sekeliling saya.

• Ibu saya. Tadi siang, saat Ibu saya bercerita banyak, saya hanya mengangguk-angguk tanpa mendengarkan dengan baik karena saya lebih suka berkutat dengan handphone saya.

• Orang yang tidak perlu saya sebut di sini dan tidak perlu saya jelaskan alasan saya menyakiti dia.

• Orang yang, jujur, saya benci. Mungkin dia memang salah tapi pasti akan jauh lebih baik jika saya tidak terpancing. Dan see? Kata 'BENCI' sudahh jelas-jelas bukti nyata dari menyakiti. Maaf.

Saya tidak bisa mengingat yang jauh lebih banyak lagi. Saya akan berusaha dan saya harap nanti malam bisa menuliskan di buku catatan saya siapa saja yang saya sakiti hari ini. Dan tentu saja merefleksikannya. Semoga itu berguna bagi saya nantinya.

Saya hanya mau membagi metode ini. Pernah saya dibuat 'mbrambangi' atau istilahnya berkaca-kaca karena di suatu Persekutuan Doa, saya diajak untuk menengok dosa-dosa saya.

Membuka diri itu susah, apalagi mengakui bahwa diri kita bersalah. Kita perlu berlatih untuk membuka diri kita, menerima kenyataan bahwa kita berdosa. Pasti susah. Sangat susah. Hilangkan paling tidak ego kita selama beberapa menit. Menengok lebih dalam apakah apa yang selama ini kita lakukan adalah benar seperti yang diajarkan oleh agama kita masing-masing?

God Bless Us.
Jogjakarta, 8 Oktober 2010
14.03
Chrysanta Aurelia