Kamu masih tetap menanti. Mulai memoles wajah sejak senja menua. Menebak, apakah ia akan suka terusan merah mudamu yang berenda-renda.
Sabtu malam kemarin, sabtu malam ini, dan sabtu malam-sabtu malam selanjutnya, kamu masih setia.
Di atas sofa tua yang sudah memudar warnanya, terurai benangnya. Di depan teras yang cahaya lampunya semakin sayu, yang bersahabat erat dengan bisu.
Tidak tahukah kamu, aku mengintipmu dari balik jendela? Berusaha mengurai yang tak pernah mampu sampai. Terusanmu tak lagi merah muda, warnanya memudar dan kamu tidak tampak cantik di dalamnya. Bahwa renda-renda kini hanya dipakai oma-oma tua. Bahwa sofa itu—yang ada di seberang sofamu—akan selalu sendiri. Bahwa Sabtu Malammu akan habis tersia untuk menanti.
0 komentar:
Posting Komentar