(Bukan) Penantian Sia-Sia

/ Rabu, 17 Oktober 2012 /
Seberapa panjang rambutmu sekarang? 

Dan masihkah jarak kita terlalu panjang untuk dihabisi langkah kaki? Karena jika tidak, akan kupinjam kekuatan Tuhan untuk berjalan di atas air yang mengalir. Atau membelah lautan menjadi dua. Karena jika bisa, bahkan sebelum kamu sempat mengeja kata ya, aku akan berlari, sekarang juga.

Ingatkah kamu, ketika tawa kita melebur menjadi satu. Ketika kamu banyak bercerita bagaimana  caranya kamu akan terbang, melintasi samudera. Benua. Lalu aku akan mengangguk saja, ketika sebenarnya aku tersesat dalam seorang kamu. Ketika bahkan ombak di kakiku sama sekali tidak terasa. Hanya aku dan kamu. Dan dunia berada dalam masa kiamat sesaatnya.

Seberapa tinggi tubuhmu sekarang?

Dan masihkah sabarku berada pada titik tertingginya? Selayaknya ombak pada setiap purnama? Karena waktu tidak lagi merangkak namun berlari. Ini sudah kelima kalinya bulan Oktober kembali. Dan karena batu karang tempat kita biasa berbagi cerita, sudah mulai mengecil digerus usia. Namun percayalah aku masih di sini. Karena di suatu tempat lain, yang katamu melintasi samudera, benua, ada kamu. Yang aku yakin  merindukan untuk pulang.

***

Berapa ulangtahunmu yang sudah kulewatkan?

Dan masihkah kamu mengharapkan aku pulang? Lalu kita akan merayakannya, seperti biasanya, di batu karang kita. Dimana kamu mengirimkan keinginanmu pada Dia, yang untungnya telah mempertemukan kita. Karena bahkan bila aku berteriak hingga kehilangan pita suara, tak mungkin ucapanku tersampaikan ke gendang telingamu.

Dan dengan apa lagi aku harus menyampaikan; aku merindukan untuk pulang.
***

Ombak menari seirama harmoni merdu dan langit beranjak abu-abu. Lelaki itu masih menunggu, untuk sesuatu yang hanya bisa dijawab waktu. Di ujung sana, yang katanya melintasi samudera, benua, ada seseorang ia harapkan pulang, yang bahkan ia nanti hingga tahunan. Yang bisa membawa kembali tawanya yang lepas, dan membebaskan hatinya yang mulai kebas.

Dan ombak menari seirama harmoni merdu.

Lelaki itu beranjak, menoleh, dan terpana. 

[Dunia mengalami masa kiamat sesaatnya.]

Dan langit beranjak abu-abu.

Perempuan itu...pulang.

Karena aku percaya,
bahkan hingga dunia binasa
semesta ini mempertemukan kita
bukan tanpa makna.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 Jump and fly., All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger