Setangkai Anggrek Biru

/ Kamis, 18 Oktober 2012 /
Anggrek biruku hari ini mungkin akan layu. Mengering, dan kelamaan jadi sesuatu yang asing—bukan lagi bunga tetapi bangkai.

Tetapi tak akan pernah kamu temukan bangkai dari hatiku.

Ataupun perasaan yang melayu.


Karena meski ia tawarkan kamu pantai, dan sekalian ombaknya yang tak henti berderai, aku masih bertahan di danau ini, menanti. Karena meski ia membungkuskanmu ratusan tangkai mawar, anggrek biru ini masih menunggu pemiliknya; kamu.


Kudengar kamu barusan pulang. Dan rumahmu bukan aku—belum. Nanti, suatu hari, rumahmu kembali adalah danau ini. Pantaimu akan mengering, ombakmu akan kelelahan menari, dan batu karangmu, akan habis tergerus bagai kapur barus.

Lalu cinta kalian akan mati.

Dan disinilah kamu akan menyadari, danau ini, anggrek biru ini, adalah tempat hatimu akan berhenti. Lalu kita akan habisi masa tua dengan menertawai apa saja. Dia, misalnya. Karena akan kutunjukkan penantiannya hanya sia-sia.

***


Lelaki itu melempar anggrek birunya. Beranjak dari sebuah bangku tua. Seperti hari kemarin atau kemarin-kemarinnya. Dan seperti hari esok, serta esok-esok lainnya. Tanpa alpa setangkai anggrek biru yang baru. Yang ia percaya suatu hari nanti tak perlu lagi ia lempar, namun akan tersampaikan.

Ia berbalik—pergi.
posted from Bloggeroid

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 Jump and fly., All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger